Secerah Cahaya Islam
الأحد، دجنبر 01، 2002
Kontemplasi
Entahlah, apakah ini yang bernama intuisi, atau apapun namanya. Yang jelas kemunculannya bermula dari gerak hati berupa mbatin atau lewat mimpi yang lantas menjadi kenyataan. Pernah ketika seorang dosen saya bercerita tentang Fontana Di Trevi Italia, saya mbatin suatu saat akan ke sana, yang kemudian ternyata saya benar-benar menginjakkan kaki di sana. Pernah pula dengan nada agak kesal, saya berkata kepada ibu: “… biarin deh, nanti saya kawin aja sama orang Irian”, yang kemudian seloroh itu berarti saya menyertai tugas pertama suami ke Irian. Pernah saya berpikir betapa indah jalan yang bernama Casablanca di Jakarta ini, rupanya saya dapat menyaksikan Casablanca yang asli di Maroko. Saat pertama kali bertemu (calon) suami, saya juga sempat mbatin: “Kayaknya orang ini yang akan jadi suami saya”, dan ternyata, kata hati (batin) saya tersebut menjadi benar adanya. Demikian juga empat kali saya bermimpi ada burung merpati, dalam kenyataannya empat kali pula saya mengandung.
Dari berbagai hal yang bersifat pribadi tersebut, yang barangkali agak menarik adalah proses masuk Islamnya I Wayan Arta (Wayan) yang kemudian menjadi suami saya, dari agama semula Hindu. Saya merasa segala sesuatunya berjalan normal dan biasa-biasa saja. Saya mengenalnya pada 1984 ketika kami sama-sama mengenyam pendidikan di Aksara (Akademi Sandi Negara). Sebagai seorang muslimah, tentu saya membatasi diri berteman dengan seorang laki-laki, apalagi agamanya lain. Tapi karena Wayan adalah anak buah paman saya, maka jarak yang memisahkan kami berdua serasa agak cair. Apalagi dalam beberapa kesempatan karena kesibukannya, paman saya meminta kepada Wayan untuk mengantarkan saya pulang.
Singkat kata kami menjadi dekat, tetapi karena kami menyadari lain agama, maka bagaimanapun tembok pembatas itu serasa nyata. Setiap bertemu, selalu saja kami mendiskusikan tentang agama. Bahkan Wayan pernah menyatakan pendapatnya bahwa semua agama ibaratnya bagai “mata air”, sumber utamanya sebenarnya sama. Akan tetapi keyakinan agama Islam yang terpatri dalam hati, yang saya pelajari di Madrasah Diniyah kelas 1-5, bersamaan dengan sekolah saya di Sekolah Dasar kala itu, menjadikan saya kukuh dengan Islam. Pokoknya kalau mau dengan saya syaratnya harus muslim, apalagi syarat tersebut juga menjadi syarat utama yang diajukan keluarga saya.
Rupanya sejak 1984 itu, Wayan sudah ada perhatian pada Islam, tapi tidak berani bertanya, padahal teman-temannya waktu itu kebanyakan orang Islam. Pernah dia cerita, iri kepada teman-temannya yang tekun shalat, lalu dia ikut- ikutan rajin sembahyang sesuai keyakinannya waktu itu. Tapi, katanya, lama-lama dia tidak bisa bertahan dengan ke- rajin-an itu. Bahkan, ketika tiba bulan Ramadhan, dia ikut teman-temannya berpuasa (ikut makan sahur, tidak makan siang, dan makan malam bersama teman-temannya yang berbuka puasa). Kalau ditanya, kenapa ikut berpuasa, katanya untuk toleransi saja.
Saya sendiri tidak tahu persis, bagaimana prosesnya, pada 1987 Wayan resmi menjadi seorang muslim dan lantas melamar saya untuk menjadi istrinya. Perjalanan keislamannyapun setelah itu (setelah menikah) juga berjalan biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Pelajaran pertamanya setelah masuk Islam adalah sebuah buku kecil, yang saya punya waktu itu, berjudul Kunci Ibadah karya Zainal Abidin dan corat-coret saya berupa bentuk huruf-huruf hijaiyah. Pernah saya sarankan supaya ikut Pengajian di mana bapak saya menjadi gurunya, tapi dia tidak mau. Alasannya, nanti saja kalau sudah bisa baca tulisan Arab. Kadang dia ngajak saya jalan-jalan di Kwitang untuk cari buku pelajaran agama. Ada beberapa buku dasar yang menjadi panduan kami, antara lain Tuntunan Shalat, Terjemah Al Qur’an Departemen Agama, Freemasonry (buku perbandingan agama Yahudi).
Enaknya, Wayan menerima logika; dalam beragama tetap harus masuk akal dan dia suka bandingkan dengan agamanya dahulu (Hindu). Ada juga beberapa masukan pendukung yang suka kami ikuti seperti ceramah subuh KH. Qasim Nurseha dan Ridwan Nasution di Radio Kayumanis, juga rubrik Kisah Pengalaman Pribadi pada Harian Berita Buana.
Dengan sedikit pengetahuan agama yang saya punya, alhamdulillah saya tidak mengalami kesulitan meng-guide proses keislaman Wayan, segalanya terasa mudah, selain dia sendiri mudah menerimanya. Dia suka bertanya jika melihat orang berbuat sesuatu (dalam tata cara ibadah, misalnya) yang dia belum pernah baca/dengar tata caranya. Dalam bulan Ramadhan, biasanya Wayan berusaha lebih giat beribadah seperti yang dilakukan orang pada umumnya dan sulit mengatur waktu, termasuk untuk urusan belanja baju anak- anak. Bahkan, ketika kami sudah berada di Jakarta sekembali dari penugasan di Irian Jaya, dia mempunyai kegemaran baru, bolak-balik ke Masjid Istiqlal. Saya sendiri tidak tahu persis, apa yang dia peroleh.
Demikianlah sekelumit potongan kisah keislaman Wayan yang bisa saya ceritakan ketika ditodong oleh Redaksi La Méditerranée yang-katanya-penasaran tentang hal itu. Tidak ada yang istimewa, namun saya berharap dengan menyampaikan sekilas kisah ini, ada manfaat yang bisa kita petik. Sekaligus saya mohon do'a para pembaca, semoga kami (dan kita umat Islam pada umumnya) ditetapkan Allah dalam Islam, diberikan kekuatan iman, senantiasa dapat memelihara serta meningkatkan ibadah kita kepada-Nya. Amin.§
posted by Deptartemen Media Informasi @ 2:00 م,
1 Comments:
- At 6:31 م, said...
-
Hallo Anen apa kabar?
Diterbitkan Oleh:
La Mediterranee
Departement Penerbitan dan Teknologi informasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko Periode 2007-2008 ° Penanggung jawab/ Pimpinan Umum: Ketua PPI Maroko: Fauzan Adzim,S.S.I ° Wakil Pimpinan Umum: Arwani Syaerozi, MA ° Design & Layout : Asep Sutisna °Sirkulasi Keuangan : Achmad Suprapto °Distributor : Nasrullah Afandi, Lc.° Alamat Redaksi: 10, Rue Kouass Sect D Yac Al Mansour Kamra, Rabat telp: 0021237790474, hp: +21268916089
My profile
About This Blog
This blog is a multi-author blog devoted to illustration, art, cartooning and drawing. Its purpose is to inspire creativity by sharing links and resources. Albert Einstein said, “The secret to creativity is knowing how to hide your sources,” but what the hell did he know anyway? The site was conceived by John, like all good ideas, while goofing off at work.
Contact Us
This is an open source template, which means that you are free to use it in any way you want to without any obligations. If you decide to use this template, I kindly ask you to leave the "Design by Andreas Viklund" link in the footer. I am also interested in seeing how my templates are used, so feel free to send me an e-mail with a link to your page. If you want more templates to choose from, check out the sites in the "Favorite links" menu to the right!
Good luck with your new design!